Kamis, 20 Agustus 2015

Menyongsong Kemerdekaan

Dirgahayu Indonesia! Selamat bertambah usia, Negaraku! Hal-hal yang mengenai kemaslahatan rakyat, semoga dapat ditingkatkan secara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jika kita menengok kembali ke masa lalu, perjuangan untuk merdeka telah dimulai sejak Nabi Adam as., berperang melawan bujuk rayu Iblis. Dilanjutkan dengan nabi-nabi setelahnya. Sampai kemudian masa penjajahan bernama Jahiliyah menguasai muka bumi. Junjungan kita, Nabi Muhammad saw. diutus untuk memimpin perjuangan melawan Jahiliyah.

Beliau saw. adalah manusia mulia yang penderitaannya paling hebat diantara penghuni seisi dunia. Perjuangan beliau memimpin umat manusia melawan zaman kegelapan merupakan tinta emas dalam sejarah peradaban manusia. Belenggu dosa dan kebodohan telah merenggut kemerdekaan manusia untuk merasakan lezatnya iman.

Apalah artinya kemerdekaan ragawi, apabila jiwa kita masih terbelenggu hawa nafsu? Sungguh, kemerdekaan jiwa adalah kunci untuk meraih kemerdekaan seutuhnya. Ketika jiwa kita telah mampu mengalahkan bisikan negatif dan sanggup mengendalikan hawa nafsu, maka lentera jiwa akan memancarkan sinar terang penunjuk jalan kemerdekaan hakiki.

Saat sinar jiwa terpancar, titian kemerdekaan akan kian mudah diarungi. Saat sinar jiwa terpancar, sinyal-sinyal Jahiliyah akan mudah dideteksi dan dihindari. Artinya, kita berada beberapa langkah lebih unggul dibanding penjajah jiwa tersebut.

Kini, Jahiliyah menjelma dalam bentuk yang beraneka. Mampukah kalian mengenalinya? Belenggu Jahiliyah memburu dan menyandera kita dengan begitu cerdik. Ini adalah perjuangan yang berat. Namun, apabila kita semua menyadari siapa musuh kita sebenarnya, lalu meneguhkan jiwa dan merapatkan barisan, tentu penjajahan akan semakin ringan untuk dilumpuhkan.

Indonesia kini, membutuhkan lebih dari sekedar kemerdekaan ragawi. Untuk mengatasi kompleksifitas masalah yang tanah air kita alami, dibutuhkan kemerdekaan yang hakiki, jiwa dan raga. Jika kita semua mampu menyadarinya dan mulai mengalahkan Jahiliyah dalam diri kita, tentu kita tak perlu menunggu 350 tahun lagi untuk merdeka.

Merdeka!

Minggu, 26 Juli 2015

Perjalanan



Beberapa saat yang lalu, gugusan hari-hari yang agung nan suci bernama Ramadhan menyapa kita. Sebagian dari kita mendatanginya lalu berjalan dengannya sepenuh hati. Sementara yang lainnya tidak terlalu ambil pusing dengan kedatangannya. Bagi mereka yang mengkhidmati bulan Ramadhan, akan menyadari bahwa ini adalah kesempatan besar untuk mengisi penuh tangki iman mereka. Dalam benak mereka, Ramadhan adalah sebuah perjalanan suci dalam rangka membekali diri untuk menempuh perjalanan panjang sebelas bulan selanjutnya.

Ya, hidup kita di dunia ini adalah rangkaian perjalanan yang terdiri dari bagian-bagian perjalanan yang lebih sederhana dan lebih sederhana lagi. Perjalanan detik menuju menit, bayi yang terus bertambah umurnya, kesempitan kepada kelapangan, sakit menjadi sehat, lalai kemudian ingat atau hidup lalu mati. Satu hal yang pasti dalam perjalanan-perjalanan itu adalah tidak ada keabadian di dalamnya. Kita tak pernah tahu kapan keadaan yang sedang kita alami saat ini akan berganti rupa. Yang jelas, kita semua sedang menempuh sebuah perjalanan besar menuju perjalanan yang jauh lebih besar lagi.

Sudah jamak diketahui bahwa kehidupan di akhirat adalah satu-satunya kehidupan yang kekal. Apakah kita sudah benar-benar paham makna kekekalan itu? Kabar baiknya, kita tidak diminta untuk menemukan rumus besar tentang kekekalan kehidupan akhirat. Kita hanya diminta untuk meyakininya. Jika kekekalan itu juga terdiri dari unsur kenikmatan dan kepedihan, maka seharusnya tanpa dikomando, dengan akal sehat kita, tentulah menginginkan kekekalan hidup dalam kenikmatan.  
Ramadhan hadir menyapa ke tengah-tengah umat dengan membuka gudang-gudang besar perbekalan terbaik untuk menempuh sebuah perjalanan. Pahala sebuah kebaikan dilipatgandakan dengan begitu besar. Gemblengan ketaatan disuntikkan rutin selama sebulan. Sendi-sendi iman yang kering, mulai bersemi memercikkan harumnya kepada sesama. Semua ini seolah pertanda bahwa perjalanan sebelas bulan ke depan tak pernah semakin mudah untuk dilalui. Bagi mereka yang memahami betul makna sebuah perjalanan, pastilah akan menyusun bekal-bekal terbaik untuk menempuhnya. Dan, sebaik-baik bekal dalam sebuah perjalanan adalah ketakwaan.

Minggu, 24 Mei 2015

Harta Karun

Dalam titian jalan ibadah, terdapat sebuah harta karun yang sangat berharga. Harta karun itu bernama takwa. Apabila kita memilikinya, kita akan memperoleh keuntungan yang besar, ilmu pengetahuan yang luas dan bermanfaat, harta spiritual, kesuksesan yang cemerlang dan pahala berupa surga. Allah menggabungkan seluruh keuntungan dan kebaikan dunia, agama dan akhirat di dalam takwa.

Berikut ini adalah beberapa keutamaan dari takwa:

1. Pujian bagi orang yang bertakwa
Allah berfirman dalam surat Ali 'Imran ayat 186,

"Jika kalian bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan."

2. Mendapatkan penjagaan dan perlindungan dari musuh
Allah berfirman dalam surat Ali 'Imran ayat 120,

"Jika kalian bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak akan mendatangkan kemudharatan bagi kalian."

3. Mendapatkan dukungan dan kemenangan
Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 128,

"Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan."

Allah juga berfirman dalam surat Al-Jatsiah ayat 19,

"Dan Allah adalah pelindung bagi orang-orang yang bertakwa."

4. Diselamatkan dari kesulitan-kesulitan dan diberi rezeki yang halal
Allah berfirman dalam surat Ath-Thalaq ayat 2-3,

"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya."

5. Diperbaiki amalnya
Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 70-71,

"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagi kalian amalan-amalan kalian."

6. Mendapatkan pengampunan dari dosa
Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 71,

"Dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian."

7. Dicintai oleh Allah
Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 4,

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa."

8. Diterima amalnya
Allah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 27,

"Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa."

9. Mendapatkan kemuliaan dan kehormatan
Allah berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 13,

"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian."

10. Mendapatkan kabar gembira di dunia dan akhirat
Allah berfirman dalam surat Yunus ayat 63-64,

"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat."

11. Selamat dari api neraka
Allah berfirman dalam surat Maryam ayat 72,

"Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa."

Allah juga berfirman dalam surat Al-Lail ayat 17,

"Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling bertakwa itu dari api neraka."

12. Mendapat anugerah kehidupan yang kekal di dalam surga
Allah berfirman dalam surat Ali-'Imran ayat 133,

"Yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa."

Sedangkan, khusus yang berkenaan dengan soal ibadah, ada 3 keuntungan yang bakal didapatkan oleh orang yang bertakwa, yaitu:

1. Mendapatkan taufiq dan bantuan dari Allah
Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 36,

"Bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa (mutaqqin)."

2. Diperbaiki amalnya dan disempurnakan kekurangannya
Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 71,

"Niscaya Allah memperbaiki bagi kalian amalan-awalan kalian."

3. Diterima amalnya
Allah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 27,

"Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang  yang bertakwa."

Ibadah itu bertumpu pada ketiga perkara tersebut. Pertama-tama memperoleh taufiq, agar kita dapat beramal. Kemudian diperbaiki kekurangan-kekurangannya, sehingga menjadi lebih sempurna. Setelah itu, diterima amalnya apabila telah sempurna.

Hendaknya kita para penempuh jalan ibadah, memohon kepada Allah Ta'ala secara sungguh-sungguh dalam do'a,

"Ya Tuhan kami, berilah kami taufiq untuk menaati-Mu dan sempurnakan kekurangan kami serta terimalah persembahan kami."

Allah menjanjikan segala keutamaan tersebut karena rasa takwa yang ada pada hamba-Nya. Dan mereka dimuliakan oleh Allah, baik mereka meminta ataupun tidak. Maka, apabila kita ingin memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat, hendaknya kita bertakwa.

Sabtu, 23 Mei 2015

Memenangkan Pertempuran

Yahya bin Mu'adz rh. mengatakan, "Setan itu tidak memiliki pekerjaan, sedang engkau mempunyai banyak kesibukan lain. Setan melihatmu, sedang engkau tidak melihatnya. Engkau melupakannya, sementara setan tidak pernah sedetik pun melupakan tugasnya untuk menyesatkanmu. Dan setan memperoleh bantuan dari nafasmu untuk mengalahkanmu. Maka engkau harus memerangi dan mengalahkannya. Kalau tidak, maka engkau tidak akan aman dari ancaman kehancuran akibat ulahnya."

Allah memerintahkan kepada kita semua untuk memerangi dan menundukkan setan. Setidaknya, ada 2 alasan tentang hal ini:

1. Setan adalah musuh yang menyesatkan dan nyata. Tidak dapat diharapkan kebaikan darinya. Bahkan, sejak awal ia hanya punya 1 keinginan, yaitu membinasakan kita. Maka, kita tidak boleh lengah darinya.

Allah berfirman dalam surat Yasin ayat 60,

"Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian, wahai Bani Adam, supaya kalian tidak menyembah setan? Sebab sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian."

Demikian pula pada surat Fatir ayat 6, Allah berfirman,

"Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia sebagai musuh(mu)."

2. Setan memang diciptakan untuk memusuhi kita dan selamanya ia siaga untuk memerangi kita. Di tengah malam maupun di siang hari, setan terus membidik kita dengan panahnya, terlebih ketika kita sedang lengah.

Setan juga mendatangkan kesulitan lain bagi kita, yaitu di saat kita sedang beribadah dan mengajak orang lain menuju pintu Allah. Apa yang setan lakukan adalah kebalikan dari yang seharusnya kita kerjakan. Setan akan mengerahkan segala upaya untuk mendorong kita jatuh ke dalam jurang kehancuran.

Setan juga bersikap jahat dan melawan kepada orang yang tidak menentangnya, bahkan yang sejalan dengannya. Seperti orang-orang kafir, orang-orang yang sesat, penyebar bid'ah dan orang-orang yang memiliki ambisi kuat pada dunia.

Kepada orang-orang yang tidak menentangnya saja, setan bersikap seperti itu, apalagi terhadap orang yang berani melawannya dan mengibarkan bendera perang terhadapnya.

Apabila kepada yang lain permusuhan setan itu bersifat umum, maka terhadap orang yang bersungguh-sungguh dalam beribadah dan menekuni ilmu, setan menjadikan mereka sebagai musuh khusus. Setan akan mencoba cara terbaik untuk mengalahkan mereka, apalagi bila dia memiliki penolong-penolong yang membantunya untuk melawan mereka. Penolong yang paling berbahaya itu adalah hawa nafsu.

Bagaimana strategi untuk mengalahkan setan?

Setidaknya ada 4 cara mengalahkan setan:

1. Memohon perlindungan hanya kepada Allah Ta'ala
Setan itu ibarat anjing. Allah memberikan kesempatan padanya untuk menyesatkan kita. Jika kita menyibukkan diri untuk memerangi dan menundukkannya, maka kita akan kelelahan dan kehabisan waktu karenanya, sehingga setanlah yang kemudian menang, melumpuhkan dan melukai kita. Maka, cara yang terbaik adalah meminta perlindungan kepada Pemilik anjing tersebut.

Salah satun caranya adalah terus-menerus berzikir kepada Allah, baik dengan lisan maupun hati kita. Rasulullah saw. pernah bersabda,

"Bahwa kedudukan zikrullah terhadap setan adalah bagaikan luka pada anak Adam (manusia)."

2. Melakukan mujahadah (latihan dan disiplin spiritual secara keras)
Setelah kita memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan, kita juga wajib bermujahadah. Karena, Allah menguji keseriusan ibadah hamba-Nya lewat godaan setan yang lebih berat. Kadang, Allah Ta'ala menjadikan orang-orang kafir menguasai kita, sekalipun Dia mampu membuat kita lebih kuat dari mereka. Hal ini dimaksudkan agar kita mendapatkan bagian dari pahala jihad dan kesyahidan yang sangat besar nilainya, disamping kesabaran dan dalam rangka penyucian hati.

Allah Ta'ala berfirman dalam surat Ali 'Imran ayat 140,

"Dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir). Juga supaya sebagian kalian dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada."

Allah juga berfirman dalam surat Ali 'Imran ayat 142,

"Apakah kalian mengira, bahwa kalian akan dimasukkan ke dalam surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kalian dan belum nyata orang-orang yang bersabar."

3. Mengenal dan mempelajari perangkap serta tipu daya setan
Jika setan tahu bahwa kita telah menguasai perangkap dan tipu dayanya, maka dia tidak berani mendekati kita. Ini ibarat seorang pencuri, yang segera lari menghindar karena ia merasa pemilik rumah bangun dan mengetahui keberadaannya.

4. Jangan pernah menanggapi ajakan setan
Ajakan setan itu ibarat anjing yang menggonggong, dimana apabila kita mendatanginya, maka ia akan menyerang dan menggigit kita. Akan tetapi jika kita menghindarinya, maka lama-lama ia akan diam.

Jumat, 22 Mei 2015

Menjaga Jarak

Abdullah bin 'Amr bin 'Ash ra. meriwayatkan, "Ketika kami tengah berada di sekeliling Nabi Muhammad saw., tiba-tiba disebutkan tentang suatu fitnah."

Lalu, beliau saw. bersabda,

"Apabila kalian melihat manusia telah merusak janjinya, meremehkan amanah, saling bertikai satu sama lain menjadi seperti ini (sambil beliau merangkai jemarinya)."

Kemudian aku bertanya, "Lalu, apa yang harus kita perbuat pada saat itu?"

Beliau saw. menjawab,

"Tetaplah tinggal di rumahmu dan kendalikan lidahmu. Ambillah apa yang engkau tahu dan tinggalkan apa yang hatimu menolaknya. Juga hendaknya engkau memperhatikan urusan pribadimu dan tinggalkan urusan masyarakat umum darimu."

Nabi Muhammad saw. juga bersabda kepada Al-Harits bin 'Umairah ra.,

"Jika engkau diberi umur panjang, maka akan datang kepadamu suatu masa yang padanya banyak orang yang ahli berpidato, namun sedikit yang 'alim, banyak meminta dan sedikit memberi. Pada saat itu, hawa nafsu menjadi pemimpin bagi ilmu."

Al-Harits bertanya, "Kapan hal itu terjadi?"

Beliau saw. menjawab,

"Apabila shalat telah ditinggalkan, berbagai ragam uang sogokan (pelicin) telah diterima dan agama dijual dengan murah. Jika engkau menemui yang seperti itu, maka carilah keselamatan, carilah keselamatan. Jika tidak, maka celakalah engkau."

Semua yang disebutkan di dalam riwayat dari Nabi saw. tersebut, kini telah kita lihat sendiri. Hal-hal tersebut terjadi pada zaman sekarang.
Keselamatan yang dimaksudkan oleh Rasulullah saw. salah satunya terdapat pada ber'uzlah. 'Uzlah adalah kegiatan menjaga diri dari masyarakat.

'Uzlah di masa kini menjadi hal yang mendesak bagi para ahli ibadah. Ini dikarenakan, apabila seorang ahli ibadah terus-menerus berada dalam lingkaran masyarakat yang disebutkan pada riwayat sebelumnya, dikhawatirkan akan membahayakan jalan para ahli ibadah tersebut.

Ada 2 hal yang mendukung sikap menjaga diri dari masyarakat:

1. Manusia dengan sifat-sifat buruk dalam riwayat tersebut akan membuat seorang ahli ibadah sibuk dan berpaling dari ibadahnya.

Sufyan Ats-Tsauri rh. berkata, "Demi Allah, yang tidak ada Tuhan selain-Nya, telah tiba waktunya melakukan 'uzlah pada masa ini."

Sufyan Ats-Tsauri juga pernah menulis surat kepada 'Abbad Al-Khawwash,

"'Amma ba'du, sesungguhnya engkau telah berada pada masa dimana para sahabat Rasulullah saw. meminta perlindungan kepada Allah Ta'ala ketika akan menjumpainya, seperti yang telah sampai beritanya kepada kami. Padahal, kita tidak ada apa-apanya dibanding mereka dalam soal ilmu, kesabaran dan bekerjasama dalam kebenaran dan kebaikan. Kejahatan semakin tinggi di masa kita ini dan akhlah manusia semakin rusak."

Umar bin Khaththab ra. pernah berkata, "'Uzlah itu membebaskan diri kita dari orang-orang jahat."

Selanjutnya, ulama-ulama terdahulu lainnya juga menekankan pentingnya ber'uzlah pada masa kini.

Fudhail bin Ayaz rh. mengatakan, "Ini adalah zaman dimana engkau seharusnya menjaga lidahmu dan merahasiakan tempatmu, mengobati ha hatimu, mengambil apa yang engkau ketahui serta meninggalkan apa yang tidak engkau sukai."

Daud Ath-Tha'i berpesan, "Bisukan dirimu dari dunia dan jadikan akhirat sebagai makananmu. Berlarilah dari manusia, sebagaimana engkau berlari dari harimau."

Sedangkan, Abi 'Ubaidah rh. menuturkan, "Aku tidak bertemu dengan seorang bijak bestari, melainkan pada akhir perkataannya ia berpesan kepadaku, 'Jika engkau senang tidak dikenal oleh manusia, maka engkau akan dipedulikan oleh Allah Ta'ala."

2. Manusia itu bisa merusak ibadah yang telah kita lakukan. Mereka bisa membuat kita menjadi riya' dan bermegah-megahan.

Yahya bin Mu'adz rh. mengatakan, "Pandangan manusia itu merupakan hamparan menuju riya'."

Seseorang pernah memberi saran kepada Sulaiman Al-Khawwash rh. untuk menemui Ibrahim bin Adham rh. yang datang di kotanya. Tapi, Al-Khawwash menjawab, "Aku lebih suka bertemu dengan setan jahat daripada bertemu dengannya. Aku takut jika bertemu dengannya, maka aku akan riya' dan membaik-baikkan sikapku kepadanya. Sementara kalau bertemu dengan setan, pasti aku akan melindungi diri dari godaannya dan aku tak peduli dengan penampilanku."

Inikah keadaan orang-orang yang zuhud dan orang-orang yang melatih jiwanya (riyadhah) dalam pertemuan-pertemuan mereka.

Hendaknya kita menyadari bahwa zawan telah mengalami kerusakan parah dan manusia telah menjadi ancaman yang sangat besar. Mereka sanggup menyibukkan kita dari beribadah kepada Allah Ta'ala. Mereka juga berpotensi merusak apa yang telah kita hasilkan.

Lalu, bagaimana penjelasan dari ber'uzlah yang sesuai dijalankan pada masa kini?

Dalam masalah 'uzlah ini, manusia terbagi dalam dua kelompok:

1. Orang yang memiliki ilmu agama dan hikmah
Bagi orang seperti ini, yang lebih utama adalah menjaga jarak dengan manusia lainnya. Pengecualian hanya pada waktu shalat berjama'ah, berhaji, majelis ilmu, mencari nafkah keluarga dan kegiatan dalam rangka keagamaan lainnya. Selain itu, sebaiknya ia menjaga jarak dari berkumpul dengan manusia, agar tidak terpeleset ke dalam kegiatan yang tidak bermanfaat.

2. Orang yang berilmu yang dibutuhkan manusia untuk mengajarkan urusan agama
Orang seperti ini tidak diperkenankan untuk ber'uzlah. Ia justru harus berada di tengah-tengah umat sebagai pemberi nasehat, menjadi pembela agama Allah dan menjelaskan hukum-hukum-Nya.

Rasulullah saw. bersabda,

"Apabila bid'ah telah nyata dan orang 'alim mendiamkannya, maka ia mendapat laknat Allah (atas sikap diamnya itu)."

Dalam bergaul dengan sesama manusia, seorang ahli ibadah dan ahli ilmu mesti memiliki 2 hal penting:

A. Memiliki tingkat kesabaran dan kesantunan yang tinggi, pandangan yang cermat dan senantiasa memohon pertolongan kepada Allah Ta'ala

B. Fleksibel dalam bergaul
Secara maknawi bisa saja menjaga jarak dari manusia, tapi secara ragawi tetap berada bersama mereka. Jika diajak bicara, maka bicaralah dengan mereka. Jika mereka berada dalam kebenaran serta kebaikan, maka hendaknya ia membantu mereka. Jika mereka berpaling kepada hal-hal yang tidak berguna dan buruk, maka hendaknya ia tidak larut dengan mereka. Ia bisa juga membantah mereka dan memberi peringatan kepada mereka.

Hendaknya, ia melaksanakan semua hak seorang muslim pada muslim lainnya, seperti menziarahi, menjenguk bila sakit dan membantu kebutuhan sesamanya.

Di samping itu, secara bersamaan, ia juga harus memperbaiki dirinya sendiri secara khusus serta rajin menegakkan ibadah-ibadah sunnah yang lainnya.

Umar bin Khattab ra. mengatakan, "Jika aku tidur di malam hari, berarti aku menyia-nyiakan diriku. Dan jika aku tidur di siang hari, berarti menyia-nyiakan rakyatku. Maka bagaimana aku akan tidur di antara keduanya?"

Jadi, orang dalam kategori kedua ini tetap perlu berada di tengah-tengah masyarakat. Akan tetapi, hatinya tetap waspada terhadap mereka.

Abdullah bin Mas'ud ra. berkata, "Berbaurlah dengan manusia, tapi jangan buang imanmu."

Waktunya akan tiba, dimana fitnah telah bermunculan, berbenturan satu dengan lainnya. Masyarakat tenggelam dalam kerusakan dan para pemimpin telah meninggalkan agama dan tak memperhatikan urusan umat, baik kebutuhan mereka maupun melindungi keselamatan mereka. Mereka tak lagi memedulikan ulama, tidak peduli pada kemajuan masyarakat dan menjadikan agama sebagai barang mainan. Itulah alasan untuk ber'uzlah. Dikhawatirkan jika kita tidak mampu menjaga diri, kita akan terhanyut dalam gelombang kehancuran.

Inilah penjelasan tentang 'uzlah atau menjaga diri dari masyarakat. Semoga kita bisa memahami maknanya secara tepat. Hanya kepada Allah-lah kita memohon bimbingan.

Lelaki Akhirat di Perantauan

Dunia adalah tempat perantauan bagi manusia. Kita hidup di dunia untuk sebuah tujuan. Sedangkan, rumah abadi kita adalah akhirat. Hendaknya kita senantiasa memahami tujuan penciptaan kita di dunia ini.

Allah tidak menciptakan jin serta manusia melainkan untuk beribadah kepada-Nya. Firman Allah dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56,

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku."

Oleh karena itu, jalan menuju keridhaan-Nya terbentang dengan jelas bagi orang-orang yang mau menempuhnya. Penunjuk arahnya pun tampak dengan nyata bagi orang-orang yang mau melihatnya. Walau demikian, Allah swt. menyesatkan siapa-siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki pula.

Zaman telah banyak berubah. Di tengah perubahan zaman yang kian mendekati akhir ini, fungsi dan pentingnya ibadah semakin menjadi kebutuhan. Namun, jalan ibadah tak selalu mulus. Jalanan ini penuh dengan semak belukar, menanjak, penuh rintangan, sangat berat dan jaraknya cukup jauh untuk dilalui.

Dalam buku ini, penyusun mencoba menghadirkan rute jalan ibadah menurut ulama-ulama terdahulu. Dibungkus dengan beragam pesan dan cerita hikmah yang diriwayatkan dari penempuh jalan ibadah yang telah lebih dulu merasakan perjalanan yang panjang.

Rute jalan ibadah dimulai dengan bahasan tentang ilmu dan ma'rifatullah. Lalu, berturut-turut dilanjutkan dengan taubat, godaan-godaan, kendala di jalan ibadah, dorongan dan motivasi, faktor-faktor perusak ibadah dan diakhiri dengan pembahasan mengenai pujian dan syukur.

Dengan adanya buku ini, diharapkan para penempuh jalan ibadah dapat mengaplikasikan nilai-nilai hikmah yang terkandung di dalamnya.

Kamis, 21 Mei 2015

Menantang Allah

Nabi Muhammad saw. bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan, meskipun hanya sebesar biji sawi."

Penyakit sombong menghapuskan seluruh jejak kebaikan dan kesalehan. Ini adalah dosa yang sangat buruk, yang membuat rusak amalan agama kita. Sombong dapat langsung menyerang keyakinan kita. Apabila sudah mengakar dalam hati, sombong akan sulit disembuhkan dan dampaknya akan meyebar kemana-mana.

Sombong adalah sifat dalam jiwa yang muncul dari penglihatan jiwa. Sedangkan perilaku sombong yang tampak secara lahir adalah hasil atau dampak dari sifat tersebut.

Nabi Muhammad saw. bersabda, "Aku berlindung kepada-Mu dari hembusan sifat sombong."

Sikap sombong dibedakan menjadi 3 bagian:

1. Sombong kepada Allah
Artinya tidak menjalankan apa saja yang diperintahkan Allah. Perilaku ini termasuk dalam kategori kekufuran.

2. Sombong kepada para rasul Allah
Artinya tidak tunduk kepada para rasul utusan Allah. Perilaku ini juga termasuk dalam kategori kekufuran.

3. Sombong kepada sesama makhluk
Artinya memamerkan apa yang dikaruniakan Allah kepadanya terhadap sesama makhluk. Perilaku ini termasuk perlawanan terhadap kebesaran Allah. Karena pada level tertentu, orang yang sombong menganggap dirinya layak ditaati. Padahal hanya Allah-lah yang pantas untuk ditaati.

Sikap sombong ini setidaknya mengandung 4 bahaya yang dahsyat pada pelakunya:

1. Hatinya buta
Ia akan terhalang dari kebenaran. Ia tak mampu melihat ayat-ayat Allah dan memahami hukum-hukum-Nya.

Allah berfirman dalam surat Al-A'raaf ayat 146,

"Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar."

Allah juga berfirman dalam surat Al-Mu'min ayat 35,

"Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang."

2. Dimurkai dan dibenci Allah

Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 23,

"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong."

Juga sebagaimana dialog antara Nabi Musa as. dengan Allah. Nabi Musa as. bertanya, "Wahai Tuhanku, siapakah makhluk-Mu yang paling Engkau benci?"

Allah Ta'ala menjawab, "Orang yang sombong, kasar lidahnya, memalingkan pandangan dari kebenaran, bakhil tangannya dan buruk perangainya."

3. Mendapat penghinaan dan siksaan di dunia dan akhirat

Hatim Al-Asham rh. berkata, "Hindarilah bertemu kematian dalam tiga keadaan: sombong; rakus dan angkuh. Orang yang sombong itu tidak akan bertemu kematian sebelum ia dihinakan oleh keluarga, kerabat dan para pelayannya. Sedangkan orang yang rakus, ia tidak menemui kematian sebelum hidup dalam kekurangan makanan dan minuman. Dan bagi orang yang angkuh, tidak dikeluarkan oleh Allah Ta'ala dari dunia ini sebelum ia dilumuri oleh kencing serta kotorannya sendiri."

Beliau juga berkata, "Siapa saja yang bersikap sombong atas sesuatu yang tidak dibenarkan, maka Allah Ta'ala akan mewariskan kepadanya kehinaan yang tidak ada kebaikan sedikit pun padanya."

4. Mendapat balasan neraka dan azab yang pedih di akhirat

Allah Ta'ala berfirman dalam hadits qudsi,

"Kesombongan itu adalah pakaian kebesaran-Ku dan keagungan itu adalah kain penghias-Ku. Oleh karena itu, siapa saja yang menyaingi Aku pada salah satu dari keduanya, maka Aku akan memasukkannya ke dalam Neraka Jahanam."

Maknanya, bahwa keagungan dan kesombongan itu adalah sifat yang khusus bagi Allah Ta'ala, maka ia tidak pantas disandang oleh selain-Nya.

Semoga Allah senantiasa mencurahkan taufiq-Nya kepada kita semua, agar terhindar dari kesombongan.