Senin, 30 Maret 2015

Yang Terlupakan

Selepas berjamaah sholat Subuh hari ini, dalam perjalanan menuju rumah, saya berbincang-bincang dengan tetangga. Kami membahas tentang kondisi ibu dan adik-adik saya saat saya tidak berada di rumah. Kebetulan saya memang seorang perantau yang hidup berjauhan dengan keluarga saya. Kami berkumpul hanya dalam kesempatan tertentu saja.

Sekali lagi, saya diingatkan akan nikmat Allah. Nikmat yang sering saya lupakan. Selama ini, keluarga saya dalam keadaan sehat wal'afiat dan aman terlindungi adalah karunia dari Allah. Hari ini saya tersadar kembali akan nikmat yang terlupakan.

Sahabat, teruslah menebar kebaikan. Apa saja karunia yang kita rasakan, bukan semata-mata karena apa yang kita lakukan saja. Kita tak pernah tahu kebaikan yang mana yang menghantarkan kita ke dalam keadaan seperti saat ini. Kita juga tak pernah mengerti bahwa keluarga kita kelak akan merasakan pula hasil dari kebaikan yang pernah kita lakukan.

Penerimaan

Pagi ini, kembali kuhirup udara segar Jogja. Langkahku kembali menjejak tanah kelahiranku. Wajah-wajah ramah menyapa penuh cinta. Tak semuanya mengingat namaku, tak mengapa. Namun, jelas terasa mereka masih menyimpan erat memori yang pernah tercipta di antara kami. Hanya saja, usia mengaburkan sebagian ingatan mereka. Do'a-do'a tulus lahir seketika dari mereka, ketika aku menceritakan maksud kedatanganku ke Jogja kali ini.

Salah satu hal yang selalu membuatku begitu merindukan tanah ini adalah aku merasa begitu diterima. Setelah hiruk pikuk kota industri yang harus kutelan setiap hari, sejenak larut dalam hangatnya suasana ini menjadi penghilang lelah yang istimewa. Aku selalu nyaman saat aku merasa diterima. Aku selalu tenang saat aku merasa dipercaya. Aku selalu bersemangat saat aku merasa didukung.

Ada beberapa hal di depan yang menuntun pada jawaban diterima atau ditunjukkan jalan yang lebih baik. Sebelum itu, biarlah aku di sini, merasakan berbagai penerimaan ini.

Sabtu, 28 Maret 2015

Sakit Hati

Akhir-akhir ini saya sering merenung. Ada beberapa hal yang memenuhi pikiran saya. Saling bergantian menguasai benak saya.

Kemudian ada kejadian yang membuat saya tersadar. Malam ini, dalam perjalanan menuju tempat kerja, saya mendapati iring-iringan mobil jenazah dan keluarga duka saat akan memasuki sebuah memorial garden. Hati saya langsung menyala kembali. Hal tentang kematian membuat pening saya hilang, berganti dengan butir-butir penyesalan.

Ya, menyesal. Untuk apa saya habiskan banyak waktu mengkhawatirkan apa-apa yang sudah Allah tentukan. Menyesal karena tak memanfaatkan waktu tersebut untuk mempersiapkan bekal kematian.

Alhamdulillah, dari beberapa jalur menuju tempat kerja, paling tidak ada 1 lokasi pemakaman. Seringkali saat melewatinya, hati saya tergugah.

Cukuplah dianggap sakit, hati yang lalai terhadap kematian. Bolehlah dibilang mati, hati yang tidak berdesir saat melewati pemakaman karena ingat mati.

Kamis, 26 Maret 2015

Perjalanan Sabar

Di semesta raya ini, sabar adalah hal yang penuh tantangan. Baik sabar terhadap sesuatu yang dicintai maupun sabar dari sesuatu yang dibenci. Apalagi jika harus bersabar dalam waktu yang agak lama atau hingga menimbulkan keputusasaan pada adanya jalan keluar.

Waktu bersabar yang cukup lama seperti itu membutuhkan bekal untuk melewatinya dan bekal yang dibutuhkannya terdiri dari berbagai jenis dan ragam, seperti:

Pertama, memikirkan lamanya bencana, karena ia sangat mungkin bisa lebih lama lagi dari yang sedang dialami.

Kedua, membayangkan yang lebih parah darinya.

Ketiga, mengharapkan balasan di dunia.

Keempat, mengharapkan balasan di akhirat.

Kelima, membayangkan pahala dan pujian dari Allah Swt.

Keenam, mengetahui bahwa keluh-kesah tidak berguna bahkan bisa mempermalukan orang yang melakukannya.

Ketujuh, menghindari hal-hal lain yang dicela oleh akal sehat dan syari'at.

Seseorang yang sabar sebaiknya menyibukkan dirinya dengan bekal-bekal tersebut untuk melewati perjalanan kesabaran.

Rabu, 25 Maret 2015

Do'a Yang Terlambat Dikabulkan

Saya merenungkan sebuah fakta yang mencengangkan. Seorang mukmin tertimpa suatu musibah, lalu ia berdo'a dan terus berdo'a, tapi ternyata keterkabulan tak kunjung mendatanginya. Saat keputusasaan telah mulai masuk ke jiwanya, ia menoleh ke dalam relung hatinya. Ia pun ridha pada takdir dan tak berputus asa dari rahmat Allah 'Azza wa Jalla. Dalam kondisi demikian, biasanya do'a akan segera dikabulkan oleh-Nya, karena saat itu iman tengah bercokol dan setan sudah berpamitan.

Dalam kondisi seperti itu pula tingkatan iman tiap-tiap orang bisa dibaca. Allah 'Azza wa Jalla juga telah mengisyaratkan masalah ini dalam firman-Nya, "Hingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan Allah?"" (QS Al-Baqarah: 214).

Hal yang sama juga terjadi pada Nabi Ya'qub as usai kehilangan salah satu putranya. Walau waktu telah berjalan menjauh, ia tetap mengharapkan kepulangannya. Tapi ternyata putranya yang lain justru diambil lagi. Lagi-lagi ia tetap mempertahankan harapannya pada kedermawanan Allah dengan mengatakan, "Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku" (QS Yusuf: 83).

Do'a yang sama dipanjatkan Nabi Zakaria as saat tertimpa hal yang hampir sama, "Dan aku belum pernah kecewa dalam berdo'a kepada Engkau, ya Tuhanku" (QS Maryam: 4).

Karena itu, jangan sekali-kali menganggap lama terkabulnya do'a. Ingatlah dengan sungguh-sungguh bahwa Allah adalah Dzat yang memiliki segalanya. Dia adalah Dzat yang Mahabijaksana dalam mengatur. Dia adalah Dzat yang Mahamengetahui kemaslahatan.

Sadarlah bahwa Dia bermaksud menguji kita untuk mengetahui isi hati kita. Dia ingin melihat rintihan harapan kita dan hendak mengganjar kita atas kesabaran dan perbuatan-perbuatan baik kita lainnya.

Pemahaman seperti ini bisa memperkuat keyakinan kita pada kedermawanan Allah dan mendorong kita untuk bersyukur kepada-Nya. Karena, Dia telah menguji kita agar kita mau meminta kepada-Nya dan ketidakmampuan kita yang membuat kita mengiba kepada-Nya sejatinya adalah kekayaan kita yang tak ternilai harganya.

Senin, 23 Maret 2015

Bukti-bukti Keesaan Allah

Saya mencari bukti-bukti adanya Allah Subhanallahu wa Ta'ala. Ternyata jumlahnya lebih banyak dari butiran pasir.

Salah satu yang paling menakjubkan adalah seorang manusia kadang berusaha menutup-nutupi sesuatu yang tidak diridhai Allah, lalu Allah menampakkannya meski beberapa waktu kemudian. Orang-orang pun membicarakannya sekalipun mereka tidak menyaksikan orang itu saat ia melakukan perbuatannya. Tak jarang Allah menjerumuskan orang itu ke sebuah kesalahan yang terkuak di tengah-tengah masyarakat, hingga hal itupun menjadi penguak bagi seluruh dosa yang dikerjakannya.

Semua itu agar manusia mengetahui adanya Dzat yang memberi balasan pada kesalahan dan agar manusia meyakini bahwa takdir Allah dan kekuasaan-Nya tak dapat ditutupi oleh satu pun tirai atau penghalang dan bahwa seluruh perbuatan akan memperoleh balasan di sisi-Nya.

Begitupun bila seorang manusia menyembunyikan sebuah ketaatan, ia akan tetap terlihat dan dibicarakan orang. Kadang orang-orang malah menambahinya dengan pujian yang berlebihan hingga mereka menganggapnya tak punya kesalahan dan cuma menyebutnya dengan kebaikan. Hal ini agar ia mengetahui bahwa ada Rabb yang tak menyia-nyiakan amalan orang yang beramal dan supaya ia menyadari bahwa hati manusia mengetahui kondisinya, mencintainya, membencinya, mencelanya dan memujinya. Mungkin saja ia belum menunaikan hak-hak Allah atasnya secara sempurna. Walau demikian, Allah telah menjauhkannya dari semua jenis kesedihan dan menghindarkannya dari seluruh bentuk kejahatan.

Namun bila seseorang hanya membaguskan hubungannya dengan sesama makhluk dan mengabaikan Rabb-nya, yang akan terjadi justru kebalikan dari apa yang ia niatkan, orang yang semula memujinya pun malah akan berubah menjadi pencelanya.

Kamis, 19 Maret 2015

Tarian Gadis Kecil

Sore ini di sebuah pom bensin, perhatianku tersita kepada seorang gadis kecil. Usianya sekitar belasan. Memakai make up tebal, selendang dan kostum layaknya seorang penari. Dengan iringan musik hasil rekaman, ia menerobos antrian kendaraan yang hendak mengisi bahan bakar bagi kendaraan masing-masing. Semua mata yang memandang paham benar bahwa gadis kecil ini tak pandai menari. Namun, dia terpaksa menari untuk membuka mata orang lain...

Sambil terus maju dalam antrian, pandanganku pada gadis kecil itu kian lekat. Aku tatap matanya yang memohon haknya yang ada pada setiap orang di pom bensin tersebut. Mataku tak bisa lepas dari gerak-geriknya, hatiku menahan haru, air mataku kusimpan di ujung muara. Aku tak tahu apa jadinya jika gadis itu membalas tatapanku...

Tiba giliranku untuk mengisi bahan bakar motorku. Gadis kecil itu tak juga menghampiriku. Aku pun akan lemas,jika ia menghampiriku. Sambil berlalu, aku hampiri sosok ayahnya, yang menemani gadis kecil itu menari.

"Pak, ini pak...", kataku pada bapak itu. Aku tak mampu berkata apa-apa. Dalam perjalanan selepas dari lokasi tersebut, air mataku tak tertahan lagi...

Ampuni aku yaa Allah, yang selalu mengeluh kekurangan..
Terima kasih yaa Allah, Engkau masih berkenan menyentuh hati hamba..

Rabu, 18 Maret 2015

Suratku

Sepucuk surat berwarna biru muda darimu. Beberapa waktu yang lalu, telah habis aku membacanya. Sebelumnya, aku sudah memutuskan untuk santai saja menanggapi soal cinta. Namun, tanpa terduga, kutemukan suratmu. Di dalamnya tertulis pahit getir waktumu berlalu dalam penantian. Tersusun bait-bait do'a tulus untukku.

Aku goyah. Sikap santaiku tergugat. Dalam keraguan aku bertanya-tanya, apakah surat ini benar untukku? Bagaimana caramu menemukanku? Layaknya kisah drama layar kaca, aku menggambarkannya. Karena ini semua memang di luar kapasitas benakku. Membayangkannya saja pun tidak.

Aku terdiam. Saat-saat seperti ini, ibu pasti mempunyai solusi. Aku ungkapkan semua peristiwa ajaib ini kepada beliau. Ibu hanya tersenyum manis, "Nak, tidak ada yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak," kata beliau mencoba menenangkan anak lelakinya. Seperti mata air di padang pasir, dengan cara yang menakjubkan, ibu selalu mampu menentramkan hatiku.

Entah di mana kau berada, kini. Semoga kau menemukan suratku ini;

Aku terima surat biru mudamu
Penuh haru dan rindu
Aku tahu kau telah lama menunggu
Aku terlalu lama menggunakan waktu
Dengan petunjuk dalam suratmu
Aku akan melaju menujumu
Jangan pernah lelah menunggu
Kau tak pernah tahu
Seberapa dekat jarakmu denganku
Dalam do'a kau menunggu
Dalam do'a aku melaju

Ya Allah, sampaikanlah suratku padanya. Tuntunlah aku menujunya.

Lebih Ringan

Ketika kita tertimpa suatu musibah dan berkeinginan mengenyahkannya, cobalah untuk membayangkan musibah yang lebih berat darinya. Jika kita melakukannya, musibah kita pasti akan terasa lebih ringan. Cobalah juga untuk mengingat-ingat balasan pahala dan membayangkan terjadinya musibah yang lebih besar lagi. Bila kita pun melakukannya, kita pasti akan merasa beruntung, sebab kita hanya ditimpa musibah yang tengah menimpa kita itu.

Cobalah juga merenungi kecepatan berlalunya suatu musibah. Sebab, kalau bukan karena kepedihan pada saat-saat yang menyedihkan, tentu saat-saat kebahagiaan tak akan pernah diharapkan. Kita juga sebaiknya memahami bahwa waktu menetapnya musibah yang menimpa kita, sama dengan waktu berkunjung seorang tamu. Kita akan menyadari bahwa waktu berkunjung tamu sangatlah cepat berlalu.

Dikala musibah tengah menimpa, kita harus senantiasa mengontrol hati dan menjaga lisan, agar hati tak menyimpan perasaan gundah dan lisan tak mengeluarkan kata-kata yang buruk. Jika kita mampu melakukannya ketika tertimpa musibah, tentu kita akan melihat fajar pahala akan segera terbit. Malam musibah akan secepatnya berlalu dan kegelapan akan segera kita lalui. Disaat mentari pahala mulai menyingsing, maka kita telah sampai pada peraduan kedamaian.

Senin, 16 Maret 2015

Terbaik & Terburuk

Pada suatu ketika, terdapatlah sebuah cerita yang begitu dalam maknanya.
Diriwayatkan Khalid Ar-Rib'i, dia berkata, "Luqman adalah budak Habasyi yang bekerja sebagai tukang kayu.
Tuannya pernah memerintahkan kepadanya, "Sembelihlah satu ekor kambing untukku!"
Lalu, Luqman pun menyembelih seekor kambing.
Tuannya berkata, "Datangkanlah dua daging terbaik pada kambing itu kepadaku!"
Luqman pun datang dengan membawa lidah dan hati.
Tuannya berkata, "Apakah ada daging yang lebih baik dari ini?"
Luqman menjawab, "Tidak ada!"
Tuannya pun diam, kemudian berkata lagi, "Sembelihlah satu kambing lagi!"
Luqman pun menyembelihnya.
Tuannya kembali memerintahkan, "Berikan untukku dua daging terburuk!"
Luqman pun memberikan lidah dan hati.
Lalu tuannya bertanya, "Mengapa saat aku menyuruhmu untuk membawakan dua daging terbaik, kamu mendatangkan lidah dan hati, namun mengapa ketika aku memerintahkanmu untuk melemparkan dua daging terburuk, kamu melemparkan lidah dan hati lagi?"
Luqman menjawab, "Tidak ada sesuatu pun yang lebih baik dari keduanya jika keduanya baik dan tidak ada yang lebih buruk daripada keduanya jika keduanya buruk.""

Bidadariku

Dialah ibuku. Ibuku adalah orang yang selalu yakin dengan kemampuanku. Ibu tak pernah kehabisan tenaga untuk mendorongku. Apapun akan beliau lakukan untuk memahami jalan pikiranku. Ibu tak pernah mencela ide-ideku. Jika menurut ibu, ideku kurang baik, beliau utarakan keberatannya di lain waktu.

Ibuku berhati sangat luas. Aku paham benar bagaimana ibu melewati hari-harinya. Menghadapi adik-adik perempuanku yang sedang dalam masa mencari jati dirinya, beliau tetap sabar. Aku tak ingin menambah beban pikiran bagi beliau. Dalam keadaan terdesakpun, beliau belum akan meminta bantuan orang lain. Beliau akan mencoba menyelesaikan sendiri dulu masalah yang dihadapinya. Sehingga, apabila ibu sudah menceritakan masalah beliau, tandanya aku harus maju untuk menyelesaikannya.

Belum banyak kebahagiaan yang aku persembahkan kepada ibu. Namun aku tahu persis, setiap aku bercerita tentang wanita yang mulai kusuka, ibu ikut berbinar matanya, bahagia. "Ayo, Nak! Jangan kecil hati!", begitulah spirit beliau mengetahui anak lelakinya yang suka minder bila berurusan dengan wanita pujaan hati. Ibu selalu menanyakan kembali, jika aku tak lagi bercerita tentang wanita yang kusuka. Beliau selalu mencoba memahami jalan pikiranku, lagi.

Ibuku adalah bidadari pertamaku. Dari beliau, aku belajar kebijaksanaan, pengertian, perjuangan, perhatian, rendah hati, ikhlas, tegar dan banyak lagi. Ibu adalah pendukungku yang tak pernah kehilangan kepercayaan terhadapku.

Ibu, maafkan aku, aku belum bisa selalu membahagiakan ibu..
Ibu, terima kasih, demi kebahagiaanku, ibu selalu ada untukku..
Ya Allah, tolong jagalah selalu ibuku. Hanya Engkaulah yang Mahakuasa..

Jumat, 13 Maret 2015

Urgensi Waktu

Seorang manusia mesti mengetahui nilai dan kedudukan waktu, agar ia tak menyia-nyiakan sesaatpun darinya untuk sesuatu yang tak bisa mendekatkan diri kepada Allah.

Seorang manusia mesti mempersembahkan perkataan dan perbuatan yang paling afdhal, lalu yang afdhal dan begitulah seterusnya. Dia harus selalu meniatkan kebaikan dan tak diizinkan berputus asa karena suatu amal yang tak mampu dikerjakan oleh tubuhnya. Nabi Muhammad saw telah bersabda, "Niat seorang mukmin lebih baik daripada amalnya."

Seorang berkata kepada Amir bin Abd Qais (tabi'in), "Berhentilah, aku ingin berbicara kepada Anda!"
Maka beliau menjawab, "Coba hentikan matahari!"

Percakapan di atas menunjukkan bahwa Amir bin Abd Qais rh benar-benar menghargai waktu. Beliau tidak mau waktunya terbuang sia-sia untuk membicarakan sesuatu yang tidak jelas asal-usulnya.

Oleh sebab itu, apabila seseorang telah meyakini bahwa kematian akan menghentikannya dari beramal, pasti ia akan mengerjakan sesuatu yang pahalanya akan tetap mengalir setelah kematiannya. Ia akan mewakafkan harta, menanam tanaman, menggali sumur, mendidik keturunannya menjadi anak sholeh atau menulis buku.

Tulisan seseorang akan mendatangkan pahala yang tak putus apabila mampu menggerakkan orang lain untuk mengerjakan suatu kebaikan.

Rabu, 11 Maret 2015

Berlari, Bukan Mengejar

Jika dipetakan, kita berada di antara dunia dan akhirat. Dunia diciptakan untuk kepentingan kita. Dunia ada sebagai tempat kita mengumpulkan bekal, alat tukar di akhirat nanti.

Ya, selayaknya kita hafal di luar kepala, kalau kemanapun langkah kita, terminal terakhirnya akhirat jua. Lalu, apakah kita harus mengesampingkan dunia begitu saja?
Seperti pada paragraf pembuka tadi, dunia adalah ladang untuk menghimpun bekal menuju akhirat. Bilamana kita memerlukan perbekalan, itu artinya kita akan bepergian. Berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Berpindah dari dunia ke akhirat. Bekal yang kita bawa tentunya bekal yang akan berguna dalam perjalanan dan juga bermanfaat di tempat tujuan. Rasanya kurang cermat jika kita mempersiapkan bekal yang nantinya tidak bermanfaat bahkan memberatkan dan menyusahkan.

Begitupun bekal menuju akhirat. Seharusnya kita memahami apa-apa saja yang berlaku dan dibutuhkan di akhirat nanti. Ternyata, hal-hal yang berlaku di akhirat adalah hal-hal yang bersifat keakhiratan. Hal-hal yang bersifat duniawi akan putus setelah kita tak bernyawa. Tak berlaku lagi di akhirat.

Sekali lagi, jika digambarkan, kita sedang menuju akhirat. Artinya, dunia mestinya berada di belakang kita. Kita hanya perlu mengambil hal-hal duniawi seperlunya dalam rangka memberikan tenaga bagi kita untuk menghimpun bekal menuju akhirat. Jangan sampai kita terkecoh akan silau dunia yang memang memukau.

Berlarilah menuju akhirat, bukan mengejar dunia.

Minggu, 08 Maret 2015

Mutiara Hati

* Nabi Muhammad saw

Dari Al-Hasan,
- Rasulullah saw bersabda, "Jika Allah menghendaki kebaikan kepada seorang hamba, Dia akan membuatnya beramal."
- Para sahabat bertanya, "Wahai Nabi Allah, bagaimana cara Allah membuatnya beramal?"
- Beliau bersabda, "Dia akan memberikan taufik kepadanya untuk beramal sebelum matinya, kemudian baru mencabut nyawanya."

* Nabi Sulaiman as

Dari Ibnu Abi Najih, Sulaiman bin Dawud as berkata, "Kami dikaruniai apa-apa yang dikaruniakan kepada manusia dan yang tidak dikaruniakan kepada mereka. Kami juga diberi ilmu yang diketahui oleh manusia dan yang tidak diketahui oleh mereka. Namun kami tidak mendapati sesuatupun yang lebih utama daripada 3 hal:
- lemah lembut ketika marah ataupun ridha
- sederhana ketika fakir ataupun kaya dan
- takut kepada Allah ketika sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan."

* Nabi Adam as

Dari Alqamah bin Martsad berkata,
- "Seandainya semua penduduk bumi menangis, maka tangisan mereka tidak akan mampu menandingi air mata Dawud as ketika beliau melakukan kesalahan dan
- seandainya air mata semua penduduk bumi dan air mata Dawud as disatukan, air mata mereka tidak akan mampu menandingi air mata Adam as ketika beliau diturunkan dari surga."

Abu Hilal meriwayatkan, Bakar berkata, " Ketika anak cucunya diperlihatkan kepada Adam as, beliau melihat kelebihan sebagian mereka atas sebagian yang lain,
- lalu beliau bertanya, "Wahai Rabb, mengapa Engkau tidak menyamakan derajat mereka?"
- Allah menjawab, "Wahai Adam, Aku suka bila Aku disyukuri.""

* Nabi Nuh as

Dari Mujahid, Ubaidullah bin Umar berkata, "Konon kaum Nuh as memukuli beliau hingga pingsan. Ketika sudah siuman beliau berdo'a, "Ya Allah, ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak tahu.""

* Nabi Isa as

Dari Ibrahim, Isa bin Maryam biasa berkata, "Sesungguhnya aku mengatakan kebenaran kepada kalian;
- salah seorang dari kalian tidak akan mampu membangun rumah di atas gelombang lautan,
- demikian pula dengan dunia, janganlah kalian menjadikan dunia ini sebagai tempat menetap."

* Nabi Musa as

Dari Imran Al-Qashir,
- Musa bin Imran berkata, "Wahai Rabb, di mana aku bisa mencari-Mu?"

- Allah berfirman, "Carilah Aku di sisi orang yang hancur hatinya, sesungguhnya Aku mendekati mereka sejarak satu depa setiap hari, kalau tidak demikian niscaya mereka binasa."

* Nabi Dawud as

Dari Al-Hasan, Nabi Allah Dawud as berkata, "Duhai Rabb-ku, seandainya setiap helai rambutku memiliki dua lidah yang selalu bertasbih kepadaMu siang dan malam atau bahkan setiap waktu, mustahil aku dapat menunaikan hak dari sebuah nikmat yang telah Kau limpahkan kepadaku."

* Nabi Ibrahim as

Dari Abdullah bin Rabah Al-Anshari, dari Ka'ab, dia berkata, "Sesungguhnya Ibrahim as berkata, "Duhai Rabb, sesungguhnya aku benar-benar sedih karena tidak melihat seorangpun selainku yang menyembahMu di muka bumi ini.""

Lalu Allah Swt menurunkan segenap malaikat yang shalat bersama beliau.

* Luqman

Dari Malik bin Dinar, Luqman pernah menasehati putranya, "Duhai putraku, jadikanlah ketaatan kepada Allah sebagai perdagangan, niscaya keuntungan akan mendatangimu tanpa barang dagangan."

Minggu, 01 Maret 2015

Seorang Lelaki dan Cintanya

Pergantian hari, semenjak aku dan Merida bersepakat bahwa 3 bulan lagi aku akan menemui ayahnya, berjalan begitu cepat. Aku sendiri masih berkutat dengan problema kepercayaan diri.
Terkadang, lajunya hari mendadak terasa begitu lambat. Manakala benakku bertanya-tanya, apa yang sebenarnya Merida pikirkan, bagaimanakah perasaan dia?
Pada suatu malam, dimana hari berjalan pelan, aku menuliskan sebuah surat untuknya. Tidak, aku tak akan mengirimkannya untuk Merida. Aku akan menyimpannya di sini, di sudut kamarku. Mungkin dia tak akan pernah membacanya, atau mungkin aku akan membacakan suratku untuknya, saat aku dan dia telah bersama.

Teruntuk Merida,

Aku ini seorang lelaki. Kalaupun belum, aku sedang berusaha menjadi seorang lelaki. Saat kukatakan padamu, aku mencintaimu, aku tahu. Aku mengerti bukan dirimu yang harus kuhubungi setiap hari. Aku mengerti bahwa ayahmulah yang harus kutemui.

Merida, kau tahu betapa aku ingin bisa selalu bercanda dan bertukar pikiran denganmu. Berbagi saat-saat dimana kita mencoba saling memahami. Hatimu terbersit A, namun bibirmu berucap H. Walaupun tanpa kau ucapkan, aku mengiyakan hatimu. Saat itulah aku merasa dekat denganmu.

Namun, sebelum semuanya diridhai, sebagai lelaki, aku harus menjagamu. Aku harus membantu ayahmu menjagamu. Aku harus membantu saudara laki-lakimu menjagamu. Aku harus menjagamu untuk saudara seimanku, jika memang kau bukan untukku. Aku harus menjagamu dari kelemahanku.

Merida, aku percaya, berusaha selalu percaya, bahwa kaupun menjaga dirimu dan hatimu selalu. Ini semua akan semakin menyiksa jika kau tak tahu untuk siapa kau menjaga. Ini semua akan menempa jika kau mampu memahami ini adalah jalan yang membuat Allah ridha.

Merida, bantulah aku, menjagamu.

Fran

Kecerdasan Nabi Ibrahim as, Sang Guru

Nabi Ibrahim as memiliki kecerdasan khas layaknya seorang guru. Secara sederhana, ciri khas yang paling menonjol dari seorang guru adalah kemampuannya untuk bernalar dan menggunakan akalnya secara optimal. Hal ini memungkinkan seorang guru untuk mampu melihat sesuatu secara berbeda dari orang lain dan sekaligus lebih tepat. Guru juga mampu membaca jalan berpikir orang lain dan hal ini memungkinkannya untuk mengerti apa yang harus dilakukan untuk menyempurnakan cara berpikir orang lain. Namun, keberadaan seorang guru tidak berpengaruh apabila orang-orang yang dididiknya tidak mau mendidik diri mereka sendiri.

Dalam Al-Qur'an, Allah Swt memuji beliau sekeluarga,

Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)
(QS Ali-'Imran: 33).

Pujian Allah Swt terhadap keluarga Nabi Ibrahim as membuktikan kemampuan Nabi Ibrahim as dalam mendidik keluarganya. Kemampuan ini tidak serta merta didapatnya begitu saja hanya karena beliau seorang nabi. Jika setiap nabi, hidup dan keluarganya telah dijamin, bagaimana mungkin istri dan anak Nabi Nuh as mengingkari seruannya?

Selanjutnya, mari kita simak kualitas kecerdasan Nabi Ibrahim as sebagai seorang guru:

1. Kemampuan dalam Memaknai Kesejatian
Seorang guru yang hebat memiliki kemampuan untuk menilai individu mana yang berbakat. Hal ini dikarenakan seorang guru mampu melihat lebih dalam daripada hanya sekedar melihat penampilan luarnya saja. Seorang guru mampu menemukan kesejatian dalam seseorang.
Nabi Ibrahim as memiliki kemampuan memaknai kesejatian,

* Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin.

* Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata, "Saya tidak suka kepada yang tenggelam."

* Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata, "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata, "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat."

* Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata, "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar." Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata, "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan."

* "Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan."
(QS Al-'An'am: 75-79).

Dalam kisah tersebut, terlihat bahwa Nabi Ibrahim as jeli dalam memaknai kesejatian. Beliau berprinsip bahwa semestinya Tuhan itu Sejati, tidak pernah terbenam. Nabi Ibrahim as adalah seorang pencari kebenaran yang sejati dan disinilah kualitas kecerdasannya sebagai guru kembali terbukti. Pada saat itu, guru bagi dirinya sendiri. Beliau tidak mau begitu saja mengikuti apa kata orang lain tentang Tuhan, namun beliau mencari kebenaran dengan jalan merenungkan sendiri peristiwa-peristiwa di langit dan di bumi.

2. Kemampuan untuk Menilai Bukti
Dalam perjalanan Nabi Ibrahim as untuk menemukan Allah, beliau tidak serta merta menerima bukti atau penjelasan yang diajukan orang lain. Beliau selalu bersikap kritis terhadap sebuah kebenaran. Bahkan terhadap Allah, beliau juga menuntut bukti,

* Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati."

* Allah berfirman, "Belum yakinkah kamu?"

* Ibrahim menjawab, "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)."

* Allah berfirman, "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
(QS Al-Baqarah: 260).

Selain kritis dan memerlukan bukti terhadap suatu peristiwa, kecerdasan khas seorang guru membuat beliau juga pandai mengajukan bukti manakala kaumnya mencoba mengingkari Allah,

* Ibrahim berkata, "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu."
(QS Al-'Anbiya': 56).

Sebagaimana beliau tidak mau jika harus menerima begitu saja suatu pernyataan tanpa bukti yang jelas, beliau juga tidak mau jika kaumnya menerima begitu saja apa yang disampaikannya. Untuk itulah beliau menyampaikan ajarannya beserta bukti-bukti yang tak terbantahkan.

3. Kemampuan untuk Mendidik Orang Lain
Tak mungkin rasanya jika seorang guru tidak mampu mendidik orang lain. Begitupun Nabi Ibrahim as, yang memiliki kecerdasan khas seorang guru, beliau memiliki kemampuan yang mumpuni dalam mendidik orang lain. Seperti yang telah kita pahami bersama, pendidikan pertama bermula dari rumah. Nabi Ibrahim as juga mencontohkan tentang pentingnya mendidik anak-anak beliau. Simaklah kisah berikut ini,

* Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
(QS Al-Baqarah: 127).

Pengertian mendidik disini ialah membimbing manusia lain untuk mencapai kesempurnaan dirinya. Hanya manusia-manusia yang memiliki pengetahuan sejati mengenai kesempurnaan diri yang sanggup menjadi pendidik sejati. Pengetahuan sejati ialah pengetahuan yang terpatri dalam karakter diri dan bukan hanya sekedar keping-keping ingatan atau informasi.

Selain menjadi guru bagi keluarganya, Nabi Ibrahim juga cakap dalam mendidik kaumnya,

* Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan)?

* Ketika Ibrahim mengatakan, "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,"

* orang itu berkata, "Saya dapat menghidupkan dan mematikan."

* Ibrahim berkata, "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,"

* lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
(QS Al-Baqarah: 258).

Salah satu ciri khas Nabi Ibrahim as dalam mendidik kaumnya ialah dengan mematahkan argumen yang selama ini diyakini kaumnya. Beliau menunjukkan bukti konkret yang tidak mampu disangkal oleh kaumnya. Dalam kisah yang lain, diuraikan pula cara Nabi Ibrahim mendidik kaumnya,
* Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.

* Mereka berkata: "Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim."

* Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim."

* Mereka berkata, "(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan."

* Mereka bertanya, "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?"

* Ibrahim menjawab, "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara."

* Maka mereka telah kembali kepada kesadaran dan lalu berkata, "Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri),"

* kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata),  "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara."
(QS Al-'Anbiya': 58-65).

Dalam kisah di atas, Nabi Ibrahim as ingin menunjukkan bahwa patung-patung yang mereka sembah itu tidaklah memiliki kekuatan apapun. Lalu mereka semua terdiam tak mampu memberikan sebuah sanggahan terhadap Nabi Ibrahim as.

Sebagai seorang pendidik sejati, Nabi Ibrahim as memahami betul bahwa kehidupan yang benar berakar dari masyarakat yang benar, dan masyarakat yang benar tersusun dari manusia-manusia yang hidup di jalan kesempurnaan. Berikut ini adalah do'a Nabi Ibrahim as bagi negerinya,

* Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman, "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali."
(QS Al-Baqarah: 126).

Dengan spirit do'a tersebut, Nabi Ibrahim as mendidik keluarganya dan kaumnya.

Demikianlah kisah kecerdasan khas seorang guru yang terpancar dari Nabi Ibrahim as. Semoga kita semua mampu mengambil hikmah dari kisahnya.

Takut kepada Allah

* ..Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang-orang yang berilmu).
(QS Fatir: 28).

Puncak dari ilmu adalah rasa khasyah, atau rasa takut kepada Allah. Beberapa gambaran tentang rasa takut kepada Allah bisa kita saksikan dalam kisah-kisah berikut;

(*) Abdullah bin Umar bin Khattab ra (Sahabat, Madinah)

Beliau pernah meminum air yang dingin lalu menangis hingga keras. Ketika beliau ditanya kenapa, beliau menjawab, "Saya teringat sebuah ayat dalam kitab Allah:

Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini.. (QS Saba': 54),

Sehingga saya menjai tahu bahwa penghuni neraka tidak berhasrat terhadap sesuatu pun melebihi keinginan mereka untuk meminum air."

(*) Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib rh (Tabi'in, Madinah)

Apabila berwudhu, wajah Ali bin Husain rh nampak memucat, lalu keluarganya bertanya, "Mengapa wajahmu memucat setiap kali berwudhu?"

Beliau menjawab, "Apakah kalian tahu di hadapan siapa aku akan berdiri?"

(*) Wuhaib bin Ward bin Abul Ward rh (Tabi'ul Atba', Mekah)

Wuhaib rh berkata, "Sungguh mengherankan keadaan orang yang berilmu, bagaimana mungkin kegelisahan dalam hatinya membiarkannya untuk tertawa ria, padahal dia tahu bahwa pada hari kiamat kelak dia akan menghadapi berbagai guncangan, kepanikan dan ketakutan?"

Kemudian beliau pingsan.

(*) Hasan bin Abu Hasan Al-Bashri rh (Tabi'in, Bashrah)

Ketika beliau berada di masjid, beliau menarik nafas dengan berat lalu menangis sehingga pundaknya gemetar, kemudian beliau berkata,

"Seandainya di dalam hati itu ada secercah kehidupan, kalau saja di dalam hati ada kebaikan, niscaya sebuah malam yang pagi harinya adalah hari kiamat akan membuat kalian menangis. Seluruh makhluk belum pernah mendengar aib yang nampak dan air mata yang berlinangan melebihi apa yang mereka dengar dan saksikan pada hari kiamat."

(*) Abu Imran Al-Jauni rh (Setelah Tabi'ul Atba', Bashrah)

Abu Imran Al-Jauni rh langsung berubah raut mukanya dan berlinang air matanya jika mendengarkan adzan.

(*) Malik bin Dinar rh (Tabi'in, Bashrah)

Malik bin Dinar rh berkata, "Mengherankan sekali orang yang tahu bahwa kematian adalah kepastian dan kuburan adalah tempat kembalinya, bisa tenang dengan dunia. Bagaimana mungkin hidupnya bisa senang?"

Lalu beliau menangis hingga pingsan.

(*) Atha' As-Sulaimi rh (Tabi'in, Bashrah)

Bisyr bin Manshur bertanya kepada Atha' As-Sulaimi rh, "Wahai Atha' kenapa Anda sedih?"

Beliau menjawab, "Celaka kamu, kematian berada pada tengkukku, kuburan adalah rumahku, kiamat adalah tempat pemberhentianku, jembatan Jahannam adalah jalanku, sedangkan aku tidak tahu apa yang akan Allah lakukan terhadapku."

Lalu beliau menghela nafas, kemudian pingsan.

(*) Syumaith bin Ajlan rh (Tabi'in, Bashrah)

Syumaith rh berkata, "Barangsiapa yang menjadikan kematian berada di pelupuk matanya, dia tidak akan peduli dengan kesempitan dunia maupun kelapangannya."