Nabi Ibrahim as memiliki kecerdasan khas layaknya seorang guru. Secara sederhana, ciri khas yang paling menonjol dari seorang guru adalah kemampuannya untuk bernalar dan menggunakan akalnya secara optimal. Hal ini memungkinkan seorang guru untuk mampu melihat sesuatu secara berbeda dari orang lain dan sekaligus lebih tepat. Guru juga mampu membaca jalan berpikir orang lain dan hal ini memungkinkannya untuk mengerti apa yang harus dilakukan untuk menyempurnakan cara berpikir orang lain. Namun, keberadaan seorang guru tidak berpengaruh apabila orang-orang yang dididiknya tidak mau mendidik diri mereka sendiri.
Dalam Al-Qur'an, Allah Swt memuji beliau sekeluarga,
Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)
(QS Ali-'Imran: 33).
Pujian Allah Swt terhadap keluarga Nabi Ibrahim as membuktikan kemampuan Nabi Ibrahim as dalam mendidik keluarganya. Kemampuan ini tidak serta merta didapatnya begitu saja hanya karena beliau seorang nabi. Jika setiap nabi, hidup dan keluarganya telah dijamin, bagaimana mungkin istri dan anak Nabi Nuh as mengingkari seruannya?
Selanjutnya, mari kita simak kualitas kecerdasan Nabi Ibrahim as sebagai seorang guru:
1. Kemampuan dalam Memaknai Kesejatian
Seorang guru yang hebat memiliki kemampuan untuk menilai individu mana yang berbakat. Hal ini dikarenakan seorang guru mampu melihat lebih dalam daripada hanya sekedar melihat penampilan luarnya saja. Seorang guru mampu menemukan kesejatian dalam seseorang.
Nabi Ibrahim as memiliki kemampuan memaknai kesejatian,
* Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin.
* Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata, "Saya tidak suka kepada yang tenggelam."
* Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata, "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata, "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat."
* Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata, "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar." Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata, "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan."
* "Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan."
(QS Al-'An'am: 75-79).
Dalam kisah tersebut, terlihat bahwa Nabi Ibrahim as jeli dalam memaknai kesejatian. Beliau berprinsip bahwa semestinya Tuhan itu Sejati, tidak pernah terbenam. Nabi Ibrahim as adalah seorang pencari kebenaran yang sejati dan disinilah kualitas kecerdasannya sebagai guru kembali terbukti. Pada saat itu, guru bagi dirinya sendiri. Beliau tidak mau begitu saja mengikuti apa kata orang lain tentang Tuhan, namun beliau mencari kebenaran dengan jalan merenungkan sendiri peristiwa-peristiwa di langit dan di bumi.
2. Kemampuan untuk Menilai Bukti
Dalam perjalanan Nabi Ibrahim as untuk menemukan Allah, beliau tidak serta merta menerima bukti atau penjelasan yang diajukan orang lain. Beliau selalu bersikap kritis terhadap sebuah kebenaran. Bahkan terhadap Allah, beliau juga menuntut bukti,
* Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati."
* Allah berfirman, "Belum yakinkah kamu?"
* Ibrahim menjawab, "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)."
* Allah berfirman, "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
(QS Al-Baqarah: 260).
Selain kritis dan memerlukan bukti terhadap suatu peristiwa, kecerdasan khas seorang guru membuat beliau juga pandai mengajukan bukti manakala kaumnya mencoba mengingkari Allah,
* Ibrahim berkata, "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu."
(QS Al-'Anbiya': 56).
Sebagaimana beliau tidak mau jika harus menerima begitu saja suatu pernyataan tanpa bukti yang jelas, beliau juga tidak mau jika kaumnya menerima begitu saja apa yang disampaikannya. Untuk itulah beliau menyampaikan ajarannya beserta bukti-bukti yang tak terbantahkan.
3. Kemampuan untuk Mendidik Orang Lain
Tak mungkin rasanya jika seorang guru tidak mampu mendidik orang lain. Begitupun Nabi Ibrahim as, yang memiliki kecerdasan khas seorang guru, beliau memiliki kemampuan yang mumpuni dalam mendidik orang lain. Seperti yang telah kita pahami bersama, pendidikan pertama bermula dari rumah. Nabi Ibrahim as juga mencontohkan tentang pentingnya mendidik anak-anak beliau. Simaklah kisah berikut ini,
* Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
(QS Al-Baqarah: 127).
Pengertian mendidik disini ialah membimbing manusia lain untuk mencapai kesempurnaan dirinya. Hanya manusia-manusia yang memiliki pengetahuan sejati mengenai kesempurnaan diri yang sanggup menjadi pendidik sejati. Pengetahuan sejati ialah pengetahuan yang terpatri dalam karakter diri dan bukan hanya sekedar keping-keping ingatan atau informasi.
Selain menjadi guru bagi keluarganya, Nabi Ibrahim juga cakap dalam mendidik kaumnya,
* Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan)?
* Ketika Ibrahim mengatakan, "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,"
* orang itu berkata, "Saya dapat menghidupkan dan mematikan."
* Ibrahim berkata, "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,"
* lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
(QS Al-Baqarah: 258).
Salah satu ciri khas Nabi Ibrahim as dalam mendidik kaumnya ialah dengan mematahkan argumen yang selama ini diyakini kaumnya. Beliau menunjukkan bukti konkret yang tidak mampu disangkal oleh kaumnya. Dalam kisah yang lain, diuraikan pula cara Nabi Ibrahim mendidik kaumnya,
* Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.
* Mereka berkata: "Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim."
* Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim."
* Mereka berkata, "(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan."
* Mereka bertanya, "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?"
* Ibrahim menjawab, "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara."
* Maka mereka telah kembali kepada kesadaran dan lalu berkata, "Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri),"
* kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata), "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara."
(QS Al-'Anbiya': 58-65).
Dalam kisah di atas, Nabi Ibrahim as ingin menunjukkan bahwa patung-patung yang mereka sembah itu tidaklah memiliki kekuatan apapun. Lalu mereka semua terdiam tak mampu memberikan sebuah sanggahan terhadap Nabi Ibrahim as.
Sebagai seorang pendidik sejati, Nabi Ibrahim as memahami betul bahwa kehidupan yang benar berakar dari masyarakat yang benar, dan masyarakat yang benar tersusun dari manusia-manusia yang hidup di jalan kesempurnaan. Berikut ini adalah do'a Nabi Ibrahim as bagi negerinya,
* Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman, "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali."
(QS Al-Baqarah: 126).
Dengan spirit do'a tersebut, Nabi Ibrahim as mendidik keluarganya dan kaumnya.
Demikianlah kisah kecerdasan khas seorang guru yang terpancar dari Nabi Ibrahim as. Semoga kita semua mampu mengambil hikmah dari kisahnya.
Menunggu 22 kisah lain nya :D
BalasHapus